Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki peran penting dalam mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan umat. Dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60, Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjelaskan delapan golongan yang berhak menerima zakat, yang dikenal sebagai delapan asnaf.

Allah ta’ala berfirman:
Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksan”.

Namun, muncul pertanyaan, apakah distribusi zakat harus dilakukan secara merata kepada delapan asnaf? Jawabannya adalah tidak selalu. Ada beberapa alasan mengapa distribusi zakat tidak harus selalu merata:

  1. Kebutuhan Asnaf Berbeda-beda. Delapan asnaf memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Contohnya, fakir dan miskin membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan pokok, sedangkan muallaf membutuhkan bantuan untuk memahami dan mendalami Islam.
  2. Kondisi Sosial dan Ekonomi yang Terus Berubah. Pada situasi tertentu, mungkin ada asnaf yang lebih membutuhkan bantuan dibandingkan asnaf lainnya.
  3. Distribusi zakat harus dilakukan dengan prinsip keadilan dan kebijaksanaan. Hal ini berarti zakat harus disalurkan kepada asnaf yang paling membutuhkan dan dapat memberikan manfaat yang maksimal.
  4. Pertimbangan Keadaan dan Urgensi. Penyaluran zakat harus mempertimbangkan keadaan dan urgensi. Contohnya, jika ada fakir miskin yang sedang dalam kondisi kritis, maka zakat dapat diprioritaskan untuk membantu mereka.
  5. Keberpihakan kepada Asnaf Tertentu. Dalam beberapa situasi, diperbolehkan untuk berpihak kepada asnaf tertentu. Contohnya, zakat dapat diprioritaskan untuk membantu muallaf yang baru masuk Islam agar mereka dapat teguh dalam menjalankan agama islam.

Dalil yang mendukung hal ini yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Mu’adz,

“Ajarkanlah pada mereka bahwa Allah juga mewajibkan mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka. Zakat tersebut diambil dari orang-orang kaya dan dibagikan kepada orang-orang miskin di antara mereka.” (Muttafaqun ‘alaih)

Ibnu Qudamah dalam Al Kaafi mengatakan,

“Jelaslah dari sini maksud dari ayat (surat At Taubah ayat 60) bahwa yang dimaksud ayat adalah menjelaskan orang-orang yang berhak menerima zakat dan bukan maksud menjelaskan zakat harus dibagi rata untuk mereka-mereka.”

Meskipun distribusi zakat tidak harus selalu merata, namun tetap harus berdasarkan landasan hukum yang kuat. Beberapa ulama berpendapat bahwa diperbolehkan untuk tidak membagi zakat secara merata kepada delapan asnaf. Imam Malik dan sekelompok ulama salaf dan kholaf, di antaranya: ‘Umar, Hudzaifah, Ibnu ‘Abbas, Abul ‘Aliyah, Sa’id bin Jubair dan Maimum bin Mihron berpendapat zakat tidak wajib diratakan. Bahkan boleh diberikan pada satu golongan saja. Boleh memberi seluruh zakat kepada satu golongan saja walaupun masih ada yang lain.
Ibnu Jarir berkata, “Demikianlah pendapat kebanyakan ulama. Oleh karenanya yang dimaksud ashnaf adalah sekedar menyebutkan golongan yang berhak menerima zakat, bukan menjelaskan bahwa zakat mesti diratakan untuk semua golongan tersebut.“

Kesimpulan

Distribusi zakat tidak harus selalu merata kepada delapan asnaf. Hal ini harus dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan, kondisi sosial dan ekonomi, serta prinsip keadilan dan kebijaksanaan.

Penting untuk diingat bahwa tujuan utama zakat adalah untuk membantu fakir miskin dan mewujudkan keadilan sosial. Oleh karena itu, penyaluran zakat harus dilakukan dengan cara yang tepat dan efektif agar dapat mencapai tujuan tersebut.